"Ma'ana alaihi wa ashhabi. Ini dasar Ahlusunnah wal jamaah. Pertama ikut Rasul. Kemudian, yang paling mengerti dan paling mampu menerjemahkan apa yang dimaksud oleh Rasulullah adalah sahabat. Jadi mengikuti sahabat artinya mengikuti Rasulullah. Agama itu diterjemahkan lewat teks dan lewat perbuatan. Kalau shalat diterjemahkan lewat perbuatan, kita tidak bisa. Karena kita tidak melihat Rasulullah. Yang melihat Rasulullah adalah sahabat. Sahabat memperlihatkan kepada tabiin. Tabiin memperlihatkan kepada tabi’ tabi’in. Begitulah seterusnya," jelasnya.
Maka, yang namanya Ahlussunnah Waljamaah dari generasi awal itu sangat mempertahankan silsilah mata rantai. Misalnya, ada yang pelajari satu ilmu, harus jelas gurunya siapa? Gurunya itu gurunya siapa? Dan gurunya itu siapa lagi gurunya? Hingga ke Rasulullah. Karena kalau lepas dari mata rantai itu, terjadi pemahaman-pemahaman yang berpotensi menyeleweng. Perawi hadis juga seperti itu.
"Ketika orang baca Al-Quran dan hadits kemudian beda pemahaman, yang beda bukan ayat dan hadits, tapi pemahaman. Maka ada ilmu untuk menguji kebenaran pemahaman tersebut, seperti ushul fiqh," sebut ulama muda Aceh ini.
Tu Sop menekankan kenapa perbedaan yang menghancurkan harus dihindari. Ini tidak baik bagi agama sendiri dan pemeluknya. Kedua, sumber yang benar adalah punya silsilah dari Rasulullah dan sahabat, tanpa mempertentangkan antara sahabat dengan Rasulullah. Misalnya, kita tidak boleh ikut sahabat, ikut Rasulullah saja, ini baru sunnah saja, belum jamaah. Padahal tidak ada pertentangan apa yang dilakukan Nabi dan sahabat, karena sahabat adalah generasi yang paling memahami Nabi. Bagai orang yang lihat mobil dari jauh, seolah-olah bertabrakan, padahal kalau kita lihat dari dekat, ternyata tidak bertabrakan.
Wassalam
Thursday, 5 November 2015
Hindari perbedaan yang menghancurkan sesama islam
By ihsan jenif
Subscribe to:
Post Comments (Atom)

0 comments:
Post a Comment