Thursday, 27 October 2016

MENYIKAPI KUNJUNGAN YAHUDI KE ACEH

Bila ada orang Yahudi yang bertamu ke rumahmu untuk menanyakan bagaimana sebenarnya agamamu, maka hidupkanlah televisi, lalu larilah keluar lewat pintu belakang, agar si tamu ini memahami Islam bukan lewat lisanmu, tapi melalui apa yang dipersepsikan oleh media."

Mungkin seperti inilah paradigma sebagian Saudara-saudara kita, melihat dari status-status Facebook yang sering lewat di beranda dalam dua hari terakhir dalam menyikapi kunjungan seorang tokoh "Yahudi" ke Aceh, termasuk mengunjungi tokoh Ulama Aceh, Tu Bulqaini untuk menanyakan perihal Syariat Islam dan kebebasan beragama.

Sebagaimana kita maklumi, citra Islam hari ini dipandang buruk oleh mereka yang tidak beragama Islam dan tinggal jauh dari komunitas Muslim. Hal itu disebabkan mereka mengenal Islam bukan lewat penjelasan orang Islam atau melihat langsung kehidupan kaum Muslimin, mereka melihat Islam hanya lewat apa yang dipersepsikan oleh media-media barat yang dengan sengaja mencitrakan Islam sebagai agama yang radikal dan tidak toleran. Nah, dikala ada orang yang selama ini sudah terlanjur berpandangan negatif tentang Islam, lalu datang kepada kita untuk mengklarifikasi langsung bagaimana Islam yang sebenarnya, haruskah kita lari dan enggan menyampaikannya?

Tentu saja, ini sebenarnya merupakan bahagian dari kewajiban dakwah bagi siapapun kaum Muslimin untuk menyampaikan bagaimana sebenarnya Islam. Tugas kita hanya menyampaikan. Adapun soal hidayah, itu di luar kemampuan kita yang merupakan pemberian Allah kepada hamba yang dipilihNya.

Saya melihat, adanya komentar-komentar miring dalam menyikapi sambutan terhadap kedatangan tokoh Yahudi itu sebenarnya bukan karena sambutan itu sendiri, tetapi lebih disebabkan karena kebetulan yang ikut dikunjungi adalah Tu Bulqaini. Dimana dengan semangat keacehan yang sudah tertanam dalam jiwanya, Tu Bulqaini aktif berada di garda terdepan memperjuangkan Aceh menjadikan Ahlussunnah Waljamaah sebagai Manhaj resminya, demi menyelamatkan anak-anak bangsa dari pemikiran-pemikiran destruktif yang membahayakan aqidah mereka.

Sebelum Saudara-saudara kami terlalu sibuk untuk mengurusi sikap Tu Bulqaini, ada baiknya barangkali Anda urusi dulu dirimu sendiri.

Ada banyak orang yang tinggal di negara non Muslim, hidup di tengah-tengah komunitas mereka, atau mungkin sering selfie dengan mereka, namun aqidahnya selamat.

Dan betapa banyak orang yang dari lisannya terlihat kebencian kepada Yahudi, benci dengan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan Yahudi, tapi sebenarnya "Yahudi" sudah terasuki ke dalam pemikiran mereka.

Sebelum Saudara-saudara kami mengurusi Tu Bulqaini, pertanyakan dulu sudah seberapa besarkah kontribusimu terhadap Aceh.

Jangan sampai di mulut kita mencintai Aceh, tapi sikap, bahasa, cara berpakaian atau gaya hidup kita terkadang justru merongrong kearifan lokal dan norma-norma yang berlaku di Aceh.

Perlu diketahui, jauh sebelum banyaknya anak-anak Aceh yang kuliah di Amerika, di usia mudanya, Tu Bulqaini yang saat itu menjadi Rais Am Rabithah Thaliban Aceh atau Ketua Ikatan Santri Aceh diundang ke Amerika untuk menyampaikan pandangannya seputar konflik Aceh.

Di saat belum banyaknya lembaga advokasi yang mengurus korban tidak bersalah dalam masa konflik, dan ada santri yang tertembak tanpa ada bertanggung jawab, dari bilek rangkangnya Tu terperanjat untuk keluar dan berada di garda terdepan dalam memperjuangkan nasib Santri tersebut. Mulai sejak itu, Tu Bulqaini segera menyerukan agar para santri seluruh Aceh duduk mengadakan konferensi hingga akhirnya lahirlah Rabithah Thaliban Aceh.

Di saat orang-orang bersembunyi di dalam rumahnya karena takut dengan suara senjata, Tu Bulqaini malah lalu lalang di tengah-tengah pihak yang bertikai baik menjumpai GAM atau TNI memperjuangkan agar warga sipil tidak terkorbankan.

Demikian juga setelah konflik usai, banyak anak Yatim baik anak dari kombatan GAM atau TNI yang terabaikan. Maka saat itu dengan segala keterbatasannya, Tu Bulqaini mendirikan Yayasan Markas Ishlah Al-Aziziyah, yang berarti lembaga yang mendamaikan untuk menangani anak-anak korban konflik yang terlantar. Bukan mudah menyatukan hati santri-santrinya yang berlatarbelakang keluarga GAM dan TNI, tapi dengan kelembutannya Tu mampu mendamaikan hati mereka.

Kontribusi Tu Bulqaini seakan tidak pernah berakhir, dalam beberapa tahun terakhir, beliau lah yang sering melayani para Ulama dari luar Aceh termasuk dari Timur Tengah saat mengunjungi Aceh.

Habib Umar Al-Hafiz misalnya, di kala belum banyak orang yang mengenalnya, Tu Bulqaini malah sudah sempat menjamu Habib di rumahnya. Demikian juga dengan kedatangan para Ulama, Habaib baik dari Pulau Jawa, Malaysia, bahkan dari Suriah, Tu Bulqaini selalu siap pasang badan untuk menjamu dan memuliakan mereka di kala Pemerintah enggan mengurusinya.

Dan sebenarnya masih banyak lagi kontribusi Tu Bulqaini yang tidak mungkin kami sampaikan semuanya.

Maka sekali lagi saya sampaikan,,,

Pertanyakanlah diri kita masing-masing, sudah seberapa adilkah diri ini, sudah berapa banyakkah kontribusi dan pengabdian kepada umat, sebelum lidah kita terlalu jauh untuk mencibir apa yang orang lain lakukan.


MENYIKAPI KUNJUNGAN YAHUDI KE ACEH Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Assalam 19

0 comments:

Post a Comment