Saat melintas di jalan raya, saya lihat baligho yang bertuliskan ” Jadilah Pemimpin yang berani seperti lilin”. Sekilas maknanya begitu mendalam, yang jika dengan cermat, arif dan seksama kita terjemahkan, bisa saja menjelma menjadi sebuah kandungan makna hidup yang oleh beberapa orang dijadikan cermin hidupnya.
Mari sekarang kita cermati bersama-sama mengenai kehadiran “sebuah lilin” di tengah-tengah kehidupan kita. Benda yang dibuat dengan model, bentuk dan ukuran disesuaikan dengan kebutuhan dan peruntukkannya itu sungguh sangat khas, unik dan mempunyai kegunaan yang bisa jadi sangat dibutuhkan oleh kita di saat-saat tertentu.
Yang saya tangkap dari maksud iklan itu, sepertinya akan menunjukkan bahwa kehadiran seorang pemimpin ibarat sebuah lilin yang sangat dibutuhkan, kehadirannya dapat mengubah gelap menjadi terang saat mati lampu atau saat hendak ke tempat gelap dan berani berkorban demi kepentingan orang banyak. Hanya demi seberkas cahaya, lilin rela tubuhnya meleleh bahkan lebur tak berbetuk dengan tanpa menuntut balas jasa pada siapapun. Lilin tidak mengotori lingkungannya, bahkan bekas lelehannya pun akan sangat mudah dibersihkan dan tidak meluas ke segala arah. Lilin tidak menimbulkan polusi udara yang berlebih yang bisa membahayakan lingkungannya. Sungguh cerminan bahwa seorang sosok yang memiliki karakter seperti diatas sangat langka dan diidam-idamkan.
Beberapa orang berpendapat bahwa dalam hidup ini, kita dituntut agar tidak bersifat seperti lilin. Lilin memang memberikan penerangan bagi orang lain di sekitarnya dengan tulus ikhlas. Lilin senantiasa memberikan cahayanya dalam keadaan gelap gulita. Lilin selalu memberikan manfaat bagi siapa saja yang berada di sekitarnya untuk beberapa waktu. Namun lilin selalu mementingkan orang di sekitarnya agar mendapatkan cahayanya, tanpa menghiraukan keadaan dirinya yang lemah. Tak lama kemudian dalam sekejap, lilin akan hancur dengan sendirinya, jadilah semua usaha yang telah dilakukannya seolah sia – sia. Karena orang di sekitarnya kembali kepada kegelapan seperti semula. Dan jika merenung di titik point ini, aku terkadang sering menangis karena di titik inilah sebagai manusia yang bodoh aku pernah terperangkap sebagai pengorban yang berkorban sia-sia karena kehancuranku ternyata tidak membawa dampak apapun terhadap sebuah perubahan sesuatu kepada kebaikan yang dimaksud. Sungguh ironis memang.
Tetapi, ketika aku mendongkak ke langit yang terang benderang.... coba lihatlah matahari, Ia tidak pernah berhenti memberikan cahaya, sekalipun orang-orang tidak mau memujinya, tidak pernah memberikan penghargaan kepadanya, ia tetap memberikan pencahayaan. matahari itu tidak lupa diri. Sekalipun ia sibuk memberikan cahaya kepada semesta, Ia juga memberikan cahaya pada dirinya.
Jadi kita akan belajar layaknya seperti lilin atau matahari ?
Kembali ke “prinsip” kita masing-masing, mana yang akan diambil. Istilah “cahaya” nya atau ” lilin/matahari” nya. Setahu saya, kalau dilihat bendanya, lilin / matahari kedua2nya juga akan hancur. Harus dibedakan, bahwa matahari adalah ciptaan-Nya dan lilin hanya sekedar buatan manusia atas pengetahuan ilmu-Nya.
“Tatkala matahari telah digulung, (dilenyapkan cahaya sinarnya),” [Q.S. At-Takwir; 81:1]
Jika kita baca kembali ayat di atas, kita akan mengetahui hakikat alam semesta yaitu akhir perjalanan matahari, bintang-bintang, gunung, dan lautan. Matahari yang kita lihat sepanjang masa ini bersinar terang, akan tiba masanya nanti cahaya matahari ini hancur yaitu rusak semua sistem-sistem yang berkaitan dengannya sehingga matahari hancur berantakan. Matahari akan membeku dan dingin juga berputar melilit tanpa jilatan api.
Kalau boleh memilih, saya akan memilih menggunakan istilah “matahari” sebagai perumpamannya. Jadilah seperti matahari bagi bumi, Matahari memberikan cahayanya tanpa mengenal berhenti dan hancur sampai Allah memberhentikan aktivitasnya yang mulia itu. Matahari menyinari semuanya yang ada di muka bumi, dia tak pernah pilih kasih, dia bersikap adil. Dia juga sangat disiplin, dia datang tepat waktu untuk melakukan kewajibannya kecuali Allah memerintahkan awan dan mendung untuk menghalanginya. Pagi dan sore dia memberi penerangan pada sebagian bumi yang satu kemudian pada bagian yang lain dengan jumlah yang sama. Dia melakukan tugasnya atas kehendak Allah.
Matahari itu tidak lupa diri, sekalipun ia sibuk memberikan cahaya kepada semesta, Ia juga memberikan cahaya pada dirinya. Demikian juga diri kita.
Hadits Abdullah bin Umar ra. Bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “setiap kamu adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang amir yang mengurus keadaan rakyat adalah pemimpin. Ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang rakyatnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin terhadap keluarganya di rumahnya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suaminya. Ia akan diminta pertanggungjawaban tentang hal mereka itu. Seorang hamba adalah pemimpin terhadap harta benda tuannya, ia kan diminta pertanggungjawaban tentang harta tuannya. Ketahuilah, kamu semua adalah pemimpin dan semua akan diminta pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya (HR Bukhari & Muslim)
Mari terangilah diri kita sendiri dan orang-orang di sekitar kita, semoga Alloh akan menunjukkan jalan yang benar. Jangan sampai kita menerangi orang lain berbuat kebaikan, tetapi diri kita hancur karena tidak melakukannya.
Allah ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?” [QS. Ash-Shaff : 2].
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” [QS. Al-Baqarah : 44].
“Seseorang yang mencari ilmu ibarat mendekati cahaya, semakin ia dekat, ia akan semakin menyadari bayangannya, demikian juga ketika seseorang semakin berilmu, ia akan semakin menyadari bahwa ternyata masih banyak yang kurang dari dirinya”
Dan akhirnya diakhir tulisan ini, akhirnya aku menemukan sebuah pertanyaan yang penuh dilema yang akhirnya menggelayutiku.
"Jika aku pernah merasakan hancur luluhnya pengorbanan sang lilin, apakah aku juga pasti bisa sanggup seikhlas dan setulus matahari...???
Wallohu A’lamu Bish-showab……..
Thursday, 14 January 2016
SEPERTI LILINKAH ATAU MATAHARI
Subscribe to:
Post Comments (Atom)

0 comments:
Post a Comment